Friday 24 February 2012

Inilah Syarat Kalimat Tauhidmu (Bagian 1)


Menjadi insan yang bertauhid adalah dambaan bagi setiap hamba yang beriman. Karena senantiasa berada di atas kalimat tauhid adalah puncak kenikmatan dan kebahagiaan. Bagaimana tidak? Karena tauhid merupakan kunci penyelamat kehidupan seorang hamba di dunia menuju alam akhirat. Di dunia dia bahagia karena terlepas dari penghambaan diri kepada selain Allah, dan di akhirat dia bahagia karena berhak untuk mendapatkan surga. Sebagaimana hadits dari ‘Ubadah Ibnu Shamitradhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bahwasannya Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya, dan bahwasannya ‘Isa adalah hamba dan utusan-Nya dan kalimat-Nya yang Dia sampaikan kepada Maryam dan ruh dari-Nya, dan (dia juga bersaksi) bahwa surga itu benar adanya dan neraka itu benar adanya, maka Allah akan memasukkan dirinya ke dalam surga berapapun amal yang telah diperbuatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikh Sholeh bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan menjelaskan bahwa “dimasukkan surga berapapun amal yang telah diperbuatnya” memiliki dua makna:
1Allah memasukkannya ke dalam surga, meski dia seorang yang lalai dan memiliki dosa (selain syirik), karena sesungguhnya seorang yang bertauhid harus dimasukkan ke dalam surga.
2Allah memasukkannya ke dalam surga dan kedudukannya tergantung amal yang telah diperbuatnya.
Namun sudah tahukah kita bahwa kalimat tauhid (لا اله الا الله ) yang seringkali kita ucapkan dalam shalat dan dzikir keseharian kita ternyata memiliki syarat yang harus kita penuhi. Apa sajakah syarat itu? Marilah sejenak kita lanjutkan risalah ini.
Apakah maksud kata: Syarat
Syarat (اَلشَرْطُ ) secara bahasa artinya tanda atau alamat.
Secara istilah, makna syarat adalah sesuatu yang apabila tidak ada menjadikan tidak adanya hukum, namun adanya tidak mengharuskan pasti adanya hukum.
Contoh:
Hadits dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لا صلاة لمن لا وضوء له
Tidak ada shalat bagi orang yang tidak punya wudlu.”
Dalil di atas menegaskan bahwa seseorang tidak berwudlu (bersuci), maka shalatnya tidak sah. Karena orang tersebut tidak memenuhi salah satu syarat sahnya shalat yaitu berwudlu (bersuci). Hal ini menjelaskan pengertian pertama dari syarat, “sesuatu yang apabila tidak ada menjadikan tidak adanya hukum”. Adapun penjelasan pengertian kedua, “adanya sesuatu tidak mengharuskan pasti adanya hukum”, yaitu jika seseorang berwudlu, maka wudlunya tersebut tidaklah memastikan/mengharuskan dirinya hendak mengerjakan shalat. Boleh jadi dia berwudlu karena ada hajat lainnya, misalnya amalan sunnah yang dilakukan sebelum tidur, hendak mandi wajib, dan lain sebagainya.
Darimana asal usul syarat لا اله الا الله?
Sebelum kita membahas syarat-syarat apa saja yang harus kita dipenuhi, mungkin kita bertanya-tanya, darimana asal-usul adanya syarat kalimat لا اله الا الله? Adakah dalil yang secara tegas menjelaskan hal tersebut?
Saudariku,… memang tidak ada dalil ‘saklek’ yang menjelaskan tentang syarat لا اله الا الله, namun para ulama telah mengumpulkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah yang menjelaskan tentang adanya syarat-syarat tersebut. Sebagaimana mereka juga mengumpulkan syarat-syarat dan rukun-rukun dari ibadah-ibadah yang lain seperti shalat, dll. Dengan demikian, hal ini lebih memudahkan kaum muslimin dalam memahami dan mengamalkannya.
Mengapa kita harus melaksanakan syarat-syarat itu?
Sebagaimana penjelasan sebelumnya, kalimat لا اله الا الله yang seringkali kita ucapkan dalam shalat dan dzikir keseharian memiliki syarat yang harus dipenuhi. Jika salah satu di antara syarat-syarat tersebut tidak kita penuhi, maka akan menjadikan kalimat tersebut tidak sah atau tidak diterima.
Saudariku…
Banyak kaum muslimin yang tidak mengetahui syarat-syarat ini. Hingga akhirnya merekapun dengan begitu ringannya mengucapkan kalimat لا اله الا الله , tanpa mengetahui konsekuensi dari kalimat tersebut. Mereka mengucapkannya, namun mereka tidak meyakini di dalam hati serta tidak mengamalkan syarat-syarat tersebut karena ketidaktahuan mereka. Sehingga hal ini adalah sesuatu yang sia-sia.
Adapun orang-orang kafir Quraisy di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka begitu memahami makna dan hakikat kalimat tersebut dalam bahasa Arab, sehingga mereka tidaklah mau menerima kalimat ini meski hanya mengucapkan saja. Karena mengucapkan kalimat tersebut memiliki resiko dan konsekwensi yang sangat besar yakni mereka harus meninggalkan segala sesembahan lainnya, yang mereka sembah selain Allah.
أَجَعَلَ الْآَلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ
Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (QS. Shad: 5).
Orang-orang kafir tersebut mengetahui makna kalimat tauhid secara sempurna namun mereka tidak mau memenuhi seruannya, sedangkan kaum muslimin zaman sekarang berbondong-bondong mengucapkan kalimat tauhid, namun banyak dari mereka masih terjerumus dalam kemusyrikan karena ketidaktahuan mereka dengan makna kalimat tersebut. Kita berlindung pada Allah dari hal ini.
Inilah syarat-syarat kalimat لا اله الا الله
Saudariku..
Inilah syarat kalimat tauhid yang harus kita pahami. Perhatikanlah, agar kita diberikan kemudahan oleh Allah untuk melaksanakan 7 syarat berikut ini:
PertamaIlmu, yaitu memahami makna kalimat tersebut, baik dari sisi penafian (peniadaan) maupun dari sisi penetapan.
Dengan mengilmui, kita telah berusaha menghilangkan kebodohan kita terhadap makna kalimat ini. Adapun makna dari kalimat لا اله الا اللهadalah لَا مَعْبُوْدَ بِحَقٍّ اِلاَّ اللهُ :
Tidak ada sesembahan yang haq (diibadahi dengan benar) selain Allah.
Dua hal yang harus kita ketahui dari kalimat ini adalah:
  1. نَفْيُُ (Penafian). Sisi penafian ditunjukkan oleh kalimat لَا اِلَهَ: Artinya, kalimat ini meniadakan semua bentuk sesembahan.
  2. اِثْبَاتُ ُ (Penetapan). Sisi penetapan ditunjukkan pada kalimat اِلَّا اللهُ : Artinya kalimat ini menetapkan bahwa satu-satunya Dzat yang berhak untuk diibadahi hanyalah Allah.
Perlu diingat, bahwa kedua hal ini harus berjalan bersamaan. Karena tidaklah dinamakan bertauhid ketika hanya menafikan adanya tuhan, atau sebaliknya hanya menetapkan bahwa Allah adalah sesembahan, tanpa diiringi pengingkaran terhadap sesembahan selain Allah.
Dalil wajibnya memahami makna kalimat ini adalah firman Allah ta’ala :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) yang haq selain Allah.” (QS. Muhammad: 19)
إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa’at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya).” (QS. Az-Zukhruf: 86)
Dari Utsman radhiyallahu ‘anhu, Dia menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
من مات وهو يعلم أنه لا إله إلا الله دخل الجنة
“Barangsiapa yang meninggal dunia sedang dia mengetahui bahwasannya tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, maka dia masuk surga.” (HR. Muslim)
Kedua, yakin, yaitu mengetahui secara sempurna kalimat tersebut. Lawan yakin adalah keragu-raguan (syak).
Yakin merupakan kekuatan dan kesempurnaan ilmu. Seorang yang mengatakan kalimatharuslah benar-benar meyakini pengertian dan kandungan kalimat tersebut tanpa adanya keraguan dan kebimbangan sedikitpun. Karena iman itu butuh keyakinan, tidak cukup dengan prasangka.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ (15)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat: 15)
Dalam hadis, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia menuturkan bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله ، لا يلقى الله بهما عبد غير شاك فيهما إلا دخل الجنة
“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan aku adalah utusan Allah. Tidaklah seorang hamba yang berjumpa dengan Allah (meninggal dunia) dengan (meyakini) kedua kalimat tersebut tanpa ada keraguan, melainkan dia akan masuk surga.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain dikatakan:
لا يلقى الله بهما عبد غير شاك فيحجب عن الجنة
“Tidak ada seorang hamba yang berjumpa dengan Allah (meninggal dunia) dengan meyakini kedua kalimat tersebut tanpa ada keraguan, lantas dia terhalang untuk masuk surga.”
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dalam hadits yang cukup panjang, dia menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
من لقيت من وراء هذا الحائط يشهد أن لا إله إلا الله مستيقناً بها من قلبه فبشره بالجنة
“Siapapun yang engkau temui di balik tembok ini bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan hatinya yakin dengan kalimat tersebut, maka sampaikanlah kabar gembira kepadanya (bahwa dia akan memperoleh) surga.”
***
Artikel muslimah.or.id
Penulis: Ummu Aufa Nunung Wulandari
Murajaah: Ust Ammi Nur Baits
Maraji’:
  • Al-Wajibat, Syaikh Abdullah bin Ibrahim Al-Qar’awi, Media Hidayah.
  • Jami’ Ahkamis Shalat, Maktabah Syamilah.
  • Mulakhos Syarah Kitabut Tauhid, Syaikh Sholeh bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan, Darul ‘Ashimah.
  • Penjelasan Hal-Hal yang Wajib Diketahui oleh Setiap Muslim dan Muslimah, Ibrahim bin As-Syaikh Shalih bin Ahmad al-Khuraishi, Pustaka Imam Syafi’i.
  • Tanbihat Mukhtashoroh, Syaikh Ibrahim bin Syaikh Sholih bin Ahmad Al-Khuraisyi, Darus Shomi’i.

No comments:

Post a Comment